Sabtu, 05 September 2015

Pagi, Sabtu, 05 September 2015...


Hari ini, kulihat pemandangan yang indah. Saking takjubnya, keindahan itu tak bisa kuungkapan dengan setangkup kata. Aku...melihat orang berpakain wisuda dimana-mana. Rupanya ada acara wisuda kakak-kakak fakultas teknik di kampusku hari ini. Mereka terlihat cantik dan rupawan, dengan toga di tangan mereka. Disampingnya, ada keluarga mereka, yang berjalan beriringan. Wajah-wajah mereka menyiratkan kebahagiaan dan kelegaan yang tiada tara. Para orangtua pun sepertinya tidak bisa menyembunyikan rasa bangga mereka pada anaknya. Ah, betapa indahnya. Seketika aku merasa, seolah-olah Pemilik Semesta sedang bicara padaku. “Ketika kamu sudah seperti mereka, kamu akan lupa segala penderitaan yang sudah kamu lalui.” Dan, tanpa sadar, mataku berkaca-kaca. Entah kenapa.
 Aku memang baru pertama kali berpisah dengan keluarga, dan orang-orang terdekat. Dari awal, aku tahu perpisahan tidak pernah mudah. Tetapi, belakangan sejak aku benar-benar berpisah dengan mereka, seperti ada sesuatu yang menghantam keras jantung ini. Perpisahan membuatku sadar, bahwa saling mencintai bukan berarti terus bersama. Perpisahan membuatku sadar, bahwa memang sesuatu itu tidak terlihat berharga, sebelum kita kehilangannya. Perpisahan mengajarkanku, bahwa setiap detik waktu adalah sesuatu yang sebenarnya sangat sulit didapat. Ya, itulah sekelumit pembelajaran yang kudapat dari sebuah perpisahan. Perpisahan layaknya fase untuk lebih menyelami arti kehidupan. Karena itu, seringkali kitalah yang harus memahami hidup, bukan hidup yang memahami kita. Seperti perpisahan yang penuh derita, hidup tanpa derita pun namanya bukan hidup. Hidup itu pembelajaran. Penderitaan  itu mendewasakan. Dan adanya derita dalam hidup adalah pembelajaran yang mendewasakan.
Hari ini, karena pemandangan indah itu, aku menjadi satu tingkat lebih dewasa. Hari ini, yang tadinya kupikir akan menjadi hari yang melelahkan, seketika menjadi seperti “Aku siap melalui hari ini, dan hari-hari berikutnya.” Menakjubkan, bukan? Menyaksikan bagaimana  Allah memutarbalikkan hati manusia, mengusir kegundahan hati hamba-Nya dan menggugah hati hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur. Hari ini, Allah kembali memperingatkanku untuk mengurangi keluh kesahku. Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu. Aku akan mengingatnya. Setiap kali ujian datang, senyum, jalani, syukuri dan biarkan Allah ‘menghiburmu’.

Rabu, 10 Juni 2015

Entah Kenapa




Oleh : Naura Savira



Entah kenapa kini benakku jadi tempatmu berkelana

Entah kenapa kini sosokmu mempesona

Entah kenapa kini semuanya jadi tentangmu

Entah kenapa timbul hasrat ‘tuk milikimu



Entah kenapa ku jadi lupa diri

Kau dekat dengannya, kenapa ku harus iri?

Entah kenapa pandanganku jadi kabur

Tetap saja dirimu, aku sudah coba tuk’ mundur



Hilang akal sehatmu!”

“Dia tidak tampan, maskulin, maupun kaya. Tak pantas untukmu.”

“Apa sih hebatnya dia?”

Begitulah kata orang-orang di luar sana



Alasan hanya sebuah omong kosong

Hati ini tidak akan bisa bohong

Jadi akan kukatakan padamu

“Hey, bodoh! Entah mengapa, aku menyukaimu”



Sayang, itu cuma angan semu

Aku wanita, tugasku hanyalah menunggu

Masa bodoh, nanti juga hilang rasaku

Waktu akan mengusirmu dari hatiku