Hari ini,
kulihat pemandangan yang indah. Saking takjubnya, keindahan itu tak bisa
kuungkapan dengan setangkup kata. Aku...melihat orang berpakain wisuda dimana-mana.
Rupanya ada acara wisuda kakak-kakak fakultas teknik di kampusku hari ini. Mereka
terlihat cantik dan rupawan, dengan toga di tangan mereka. Disampingnya, ada
keluarga mereka, yang berjalan beriringan. Wajah-wajah mereka menyiratkan
kebahagiaan dan kelegaan yang tiada tara. Para orangtua pun sepertinya tidak
bisa menyembunyikan rasa bangga mereka pada anaknya. Ah, betapa indahnya.
Seketika aku merasa, seolah-olah Pemilik Semesta sedang bicara padaku. “Ketika
kamu sudah seperti mereka, kamu akan lupa segala penderitaan yang sudah kamu
lalui.” Dan, tanpa sadar, mataku berkaca-kaca. Entah kenapa.
Aku memang baru pertama kali berpisah dengan
keluarga, dan orang-orang terdekat. Dari awal, aku tahu perpisahan tidak pernah
mudah. Tetapi, belakangan sejak aku benar-benar berpisah dengan mereka, seperti
ada sesuatu yang menghantam keras jantung ini. Perpisahan membuatku sadar,
bahwa saling mencintai bukan berarti terus bersama. Perpisahan membuatku sadar,
bahwa memang sesuatu itu tidak terlihat berharga, sebelum kita kehilangannya. Perpisahan
mengajarkanku, bahwa setiap detik waktu adalah sesuatu yang sebenarnya sangat
sulit didapat. Ya, itulah sekelumit pembelajaran yang kudapat dari sebuah
perpisahan. Perpisahan layaknya fase untuk lebih menyelami arti kehidupan.
Karena itu, seringkali kitalah yang harus memahami hidup, bukan hidup yang
memahami kita. Seperti perpisahan yang penuh derita, hidup tanpa derita pun
namanya bukan hidup. Hidup itu pembelajaran. Penderitaan itu mendewasakan. Dan adanya derita dalam hidup
adalah pembelajaran yang mendewasakan.
Hari ini,
karena pemandangan indah itu, aku menjadi satu tingkat lebih dewasa. Hari ini,
yang tadinya kupikir akan menjadi hari yang melelahkan, seketika menjadi
seperti “Aku siap melalui hari ini, dan hari-hari berikutnya.” Menakjubkan, bukan?
Menyaksikan bagaimana Allah
memutarbalikkan hati manusia, mengusir kegundahan hati hamba-Nya dan menggugah
hati hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur. Hari ini, Allah kembali
memperingatkanku untuk mengurangi keluh kesahku. Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu.
Aku akan mengingatnya. Setiap kali ujian datang, senyum, jalani, syukuri dan
biarkan Allah ‘menghiburmu’.